1. Bersiwak (Sikat Gigi)
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali berwudhu.”
Beberapa pendapat mengatakan bahwa
bersikat gigi dalam keadaan puasa hukumnya adalah makruh. Namun yang
tepat, tidak ada dalil syari’i yang mengkhususkan bahwa hal tersebut
dimakruhkan. Padahal terdapat dalil-dalil umum yang membolehkan untuk
bersiwak.
Dalil yang menunjukkan mengenai keutamaan siwak adalah hadits ‘Aisyah. Dari ‘Aisyah, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Bersiwak itu akan membuat mulut bersih dan diridhoi oleh Allah.”
Adapun menggunakan
pasta gigi ketika puasa lebih baik tidak digunakan ketika berpuasa
karena pasta gigi memiliki pengaruh sangat kuat hingga bisa mempengaruhi
bagian dalam tubuh dan kadang seseorang tidak merasakannya. Waktu untuk
menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan
untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga
diri dari perkara yang dapat merusak puasanya.
2. Mencicipi Makanan Selama Tidak Masuk Kerongkongan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan,
لاَ بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الخَلَّ أَوْ الشَّيْءَ مَا لَمْ يَدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Tidak mengapa seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak masuk sampai ke kerongkongan.”
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah mengatakan, “Mencicipi makanan dimakruhkan jika tidak ada
hajat, namun tidak membatalkan puasa. Sedangkan jika ada hajat, maka
dibolehkan sebagaimana berkumur-kumur ketika berpuasa.”
Yang termasuk dalam
mencicipi adalah adalah mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan seperti
membantu mengunyah makanan untuk si kecil. ‘Abdur Rozaq dalam
mushonnaf-nya membawakan Bab ‘Seorang wanita mengunyah makanan untuk anaknya sedangkan dia dalam keadaan berpuasa dan dia mencicipi sesuatu darinya‘. ‘Abdur Rozaq membawakan beberapa riwayat di antaranya dari Yunus, dari Al Hasan Al Bashri, ia berkata,
رَأَيْتُهُ يَمْضَغُ لِلصَّبِي طَعَامًا وَهُوَ صَائِمٌ يَمْضَغُهُ ثُمَّ يُخْرِجُهُ مِنْ فِيْهِ يَضَعَهُ فِي فَمِ الصَّبِي
“Aku melihat Yunus mengunyah
makanan untuk anak kecil -sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa-.
Beliau mengunyah kemudian beliau mengeluarkan hasil kunyahannya tersebut
dari mulutnya, lalu diberikan pada mulut anak kecil tersebut.”
Dalil-dalil berikut menunjukkan dibolehkannya bekam bagi orang yang berpuasa.
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ – رضى الله عنهما – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم
– احْتَجَمَ ، وَهْوَ مُحْرِمٌ وَاحْتَجَمَ وَهْوَ صَائِمٌ .
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa. (HR. Bukhari no. 1938)
يُسْأَلُ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – أَكُنْتُمْ تَكْرَهُونَ
الْحِجَامَةَ لِلصَّائِمِ قَالَ لاَ . إِلاَّ مِنْ أَجْلِ الضَّعْفِ
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika bisa menyebabkan lemah.” (HR. Bukhari no. 1940)
Menurut jumhur
(mayoritas ulama) yaitu Imam Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, berbekam
tidaklah membatalkan puasa. Pendapat ini juga dipilih oleh Ibnu Mas’ud,
Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Anas bin Malik, Abu Sa’id Al Khudri dan
sebagian ulama salaf.
Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm mengatakan, “Jika seseorang meninggalkan bekam ketika puasa dalam rangka kehati-hatian, maka itu lebih aku sukai. Namun jika ia tetap melakukan bekam, aku tidak menganggap puasanya batal.
Imam Asy Syafi’i dalam Al Umm mengatakan, “Jika seseorang meninggalkan bekam ketika puasa dalam rangka kehati-hatian, maka itu lebih aku sukai. Namun jika ia tetap melakukan bekam, aku tidak menganggap puasanya batal.
Menurut madzhab Hanafiyah dan Malikiyah,
menelan dahak tidak membatalkan puasa karena ia dianggap sama seperti
air ludah dan bukan sesuatu yang asalnya dari luar.
Hal ini juga dikuatkan oleh sebuah riwayat dari Abu Bakr bin ‘Abdirrahman, beliau berkata,
لَقَدْ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِالْعَرْجِ يَصُبُّ عَلَى
رَأْسِهِ الْمَاءَ وَهُوَ صَائِمٌ مِنَ الْعَطَشِ أَوْ مِنَ الْحَرِّ.“Sungguh,
aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj
mengguyur kepalanya -karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik-
dengan air sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ”
Penulis Aunul Ma’bud mengatakan, “Hadits
ini merupakan dalil bolehnya orang yang berpuasa untuk menyegarkan badan
dari cuaca yang cukup terik dengan mengguyur air pada sebagian atau
seluruh badannya. Inilah pendapat mayoritas ulama dan mereka tidak
membedakan antara mandi wajib, sunnah atau mubah.”
Itulah beberapa hal yang tidak dilarang untuk dilakukan ketika
berpuasa. Tentunya perlu diingat beberapa hal diatas tidak boleh
dipermainkan, anda tidak boleh sengaja menelan air ketika bersiwak dan
hal membatalkan lainnya ketika puasa. Semoga tulisan ini berguna demi
kesempurnaan puasa kitaSumber : http://blog.lazada.co.id/5-hal-meragukan-yang-ternyata-diperbolehkan-ketika-puasa-dalilnya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar